Rabu, 22 Februari 2012

RISANG GUNTUR SETO dalam RANGKA HARI JADI KABUPATEN PEMALANG KE- 437


Dalam rangka memperingati Hari Jadi Kabupaten Pemalang yang ke-437, Risang Guntur Seto diundang oleh Pemerintah Kabupaten Pemalang untuk ikut memeriahkan Pentas Seni Budaya Jawa Tengah yang diselenggarakan pada hari Kamis tanggal 26 Januari 2012.

Sehari sebelum pentas tanggal 25 Januari 2012  seluruh crew RGS dijamu makan malam oleh Bapak Edi Sukanto (Ka.SMAN 1 Bantarbolang, selaku Koordinator ) dan Kadindikpora Kab.Pemalang Bpk. Drs.Sapardi,M.Si hadir juga Bapak Bupati Pemalang dan Anggota DPRD Prop.Jateng



                                                                                                                                          
                                                                          

                                                        





                                      





                 




                                                         

                                                                                                                                                                










                                                        

















































Jumat, 17 Februari 2012

Penampilan Risang Guntur Seto dalam Kunjungan Kerja Menteri ESDM

Risang Gutur Seto dipercaya oleh PPT Migas Cepu untuk menampilkan Kesenian Barongan Blora pada  penyambutan Kunjungan Kerja Menteri ESDM Bapak Jero Wacik Cepu 6 Desember 2011








































                                                                                       


                                       

                                                                                       



                                                                                                                                                                   


                                                                                                                                                                 















Selasa, 14 Februari 2012

Penampilan Risang Guntur Seto dalam INTERNATIONAL ETNIC CULTURE FESTIVAL Yogyakarta 7 - 9 Oktober 2011

Seni Barongan Blora "Risang Guntur Seto" yang mewakili IKPM (Ikatan Keluarga Pelajar  & Mahasiswa) Jateng berhasil meraih 2 Nominasi yaitu Juara II Kategori Lomba dan Juara II Penata Tari Terbaik. 
Dalam Festival yang digelar tiap tahun ini diikuti IKPM seluruh Indonesia dan beberapa  Peserta dari Negara Asing  tersebut setiap Kontingen diberikan kesempatan tampil selama 15 menit dan wajib memberikan sinopsis dari tampilan.
Berikut hasil akhir Festival :

I.   KATEGORI LOMBA : 

      1. Juara I Propinsi Lampung
      2. Juara II Propinsi Jateng (Barongan Blora)
      3. Juara III Propinsi DI Aceh

II.  PENATA TARI TERBAIK 

       1. Juara I Propinsi Lampung
       2. Juara II Propinsi Jateng (Barongan Blora)
       3. Juara III Propinsi  BanteN

III. Juara Favorit Propinsi Sulawesi Selatan



                                                                                                                                                        
 

                                                          


  

















Senin, 13 Februari 2012

Menjadi Seniman Barongan Prosesny dimulai Nyantrik Dahulu


Menjadi Seniman Barongan Prosesny dimulai Nyantrik Dahulu

BLORA – Menjadi seniman barongan tidak serta merta bisa atau hanya karena punya darah seni tradisional tersebut dari pendahulunya, baik bapak atau kakek-kakeknya. Butuh proses panjang. Dimulai dari 'nyantrik' dulu kepada seniman senior yang menjadi idolanya.
Paling tidak, itulah proses yang dilalui oleh pembarongan (seniman barongan) yang tergabung di Risang Guntur Seto pimpinan Adi Wibowo. Ia mengutarakan, proses nyantrik pun membutuhkan waktu yang cukup lama. ''Proses menjadi cantrik sebelum terjun jadi pembarong membutuhkan waktu yang cukup lama,'' kata Adi Wibowo kmaren, minggu, 15 Januari 2012.
Sarwiyanto (52), salah satu anggota Risang Guntur Seto mengutarakan, ia telah belajar barongan dengan nyantrik kepada seniman barongan di Kelurahan Kunden waktu itu sejak masih kecil. ''Saya mbarong sudah lebih dari 35 tahun. Mulai dari barongan yang dibuat dari karung goni hingga barongan terbuat dari kain seperti sekarang,'' ceritanya. ''Dulu mulai nyantrik sekitar umur 10 tahun, namun baru mulai ikut mbarong sejak 17 tahun,'' lanjutnya.
Tak hanya pembarong, pengrawit pun juga melalui proses nyantrik sebelum bergabung dengan group barongan. Supandi (56), ikut menjadi pengrawit sejak 22 tahun. ''Tapi belajarnya sejak masih kecil, waktu itu masih belasan tahun umur saya,'' kenangnya.
Tanamkan Mental
Proses nyantrik baik pembarong maupun pengrawit ini juga diakui kru Risang Guntur Seto lain. Subandi, misalnya, yang memegang alat musik demung di group barongan yang sudah berprestasi hingga level internasional ini.
Nuryanto mengungkapkan hal senada. Di Risang Guntur Seto ia memegang demung. ''Kebetulan sejak kecil saya memang suka karawitan,'' ujar pria kelahiran 30 tahun silam.
Budiono, pemegang Kendang, juga mengutarakan hal yang tidak jauh berbeda. ''Saya mulai belajar sejak kecil, yakni sekitar umur delapan tahun. Waktu itu saya belum disunat,'' katanya sembari tersenyum.


Dari proses panjang seniman barong baik yang jadi pembarong maupun pengrawit, memiliki tujuan yang jelas, yaitu memunculkan roh seni barong sejak awal. ''Jadi sewaktu terjun sudah benar-benar jadi,'' terang Didik. Sedang untuk mengetahui para calon generasi pembarong yang ikut nyantrik kepada seniman senior, yaitu bisa dilihat dari mental saat pentas atau manggung. ''Proses regenerasinya terjadi secara alamiah setelah nyantrik. Kalau belum siap benar secara mental, seseorang yang telah lama nyanttrik pun akan grogi,'' jelasnya.

Ya, proses menjadi pembarong memang tidak sesederhana yang dibayangkan. Tidak serta merta jadi. Harus melalui proses yang sangat panjang. ''Nyantrik dulu, mbarong kemudian,'' tegas Didik. (humas blora)

Risang Guntur Seto Tampil di IECF


Suara Muria
09 Oktober 2011

Risang Guntur Seto Tampil di IECF

BLORA-Kelompok barongan Risang Guntur Seto kembali tampil untuk ke sekian kalinya dalam pagelaran internasional yang akan dilaksanakan di Monumen Serangan Oemoem Yogyakarta, Sabtu (8/10). Kelompok barongan pimpinan Adi Wibowo itu akan memberangkatkan sebanyak 32 yang terdiri atas penari pengrawit.

Adi Wibowo mengutarakan, persiapan untuk tampil di International Etnic Culture Festival (IECF) 2011 cukup mepet. ‘’Kami berlatih dan mempersiapkan untuk pentas ini selama dua minggu,’’ katanya yang didampingi Dewan Penasehat Organisasi (DPO) Keluarga Mahasiswa Blora-Yogyakarta (KAMABA) Joko Priyanto.
Penampilan Risang Guntur Seto ini adalah mewakili Ikatan Keluarga Pemuda Mahasiswa Daerah (IKPMD) Jawa Tengah. ‘’Ini sebuah kesempatan yang bagus untuk memperkenalkan seni barongan Blora di tingkat internasional.’’
Hal itu tercermin dari tema yang diangkat, yaitu untuk mengangkat etnik dan budaya. ‘’Jadi tidak sekadar pentas di PRPP atau TMII,’’ lanjutnya sembari bercanda.

Kesempatan Emas

Yusuf Aksin Saqo mengemukakan, penampilan kelompok barongan ini juga merupakan kesempatan emas untuk membawa nama Blora di publik yang lebih luas.
‘’Sebagaimana dipesankan Bapak Bupati Djoko Nugroho, pentas di IECF ini untuk mengenalkan seni tradisi khas Blora ke khalayak yang lebih tinggi,’’ ujarnya.
Sementara itu, Bupati Djoko Nugroho yang turut hadir saat persiapan dan latihan terakhir pada Kamis (6/10) malam, di sekretariat Risang Guntur Seto di Jalan Gunung Wilis 12 A, berpesan agar duta seni Blora yang akan tampil di IECF bisa menampilkan yang terbaik. (H61-40)     
(/)
Untuk berita terbaru, ikuti kami di Twitter twitterdan Facebook Facebook
Bagi Anda pengguna ponsel, nikmati berita terkini lewat http://m.suaramerdeka.com
Dapatkan SM launcher untuk BlackBerry http://m.suaramerdeka.com/bb/bblauncher/SMLauncher.jad


Berita Utama

08 Agustus 2010

34 Kabupaten/Kota Meriahkan Parade Seni

SEMARANG - Sebanyak 34 kabupaten/kota ikut memeriahkan Parade Seni Budaya Jateng 2010, bertema ”Kenali, Cintai Jateng, Alam dan Budayanya”, yang digelar di sepanjang Jalan Pahlawan Kota Semarang kemarin (7/8).

Event seni budaya tersebut diselenggarakan dalam rangka peringatan hari Jadi Ke-60 Provinsi Jateng. Mulai sekitar pukul 14.30, kelompok seni budaya dari seluruh kabupaten/ kota, kecuali Surakarta, telah memenuhi ruas jalan depan gubernuran tersebut.

Sembari bersiap di urutan masing-masing, setiap kelompok seni budaya itu mulai unjuk kebolehan dengan penampilan seni tari yang mereka bawakan secara bebas. Aksi tersebut menarik perhatian masyarakat pengunjung untuk mendekat. Jalan Pahlawan pun kian padat dan ramai oleh musik tradisional yang mengiringinya.

Sebelum acara resmi dibuka gubernur, guyuran hujan yang tiba-tiba datang sempat membuat peserta dan masyarakat menepi untuk berteduh. Namun, kemeriahan parade seni budaya yang digelar tahunan itu, tak juga surut.

Penampilan seni musik tradisional di atas panggung di depan kantor gubernur seakan menjaga euforia yang terbangun sejak awal mereka mainkan. Sementara, sebuah baliho tentang parade tersebut, sebesar dua kali pintu rumah, sempat roboh akibat hujan disertai angin. Beruntung, karena kejadian itu tidak menimbulkan korban.

Penampilan memukau kelompok seni Ronggeng Manis Banyumas yang lincah dan gesit, mendahului arak-arakan peserta parade tersebut. Menyusul, peserta urutan pertama, yaitu Tari Rampak Puronggo Gimbal dari Kabupaten Wonosobo, yang merupakan produk seni asli masyarakat dieng Wonosobo, dengan ciri khas rambut gimbalnya.

Penampilan selama tiga menit di depan panggung itu disusul kesenian Gugur Gunung khas Purworejo, yaitu seni tari perpaduan dari Ndolalak dan Kuda Lumping. Dengan kostum warna cerah, peserta juga tampil selama tiga menit di depan panggung untuk mendapat penilaian dari gubernur.

Penampilan dengan menonjolkan potensi masing-masing daerah menjadi cirikhas parade tersebut. Selain karakter gimbal dari Wonosobo dan nuansa syukur atas kesuburan alam dari peserta Purworejo, potensi daerah juga ditampilkan peserta lainnya. Antara lain, Kota Semarang dengan Seni Prajuritannya, Demak dan Kudus dengan penampilan Seni Rebana dan Gendang sebagai aktualisasi etos ibadahnya, dan Klaten yang terkenal dengan hasil kerajinan lurik dan payung pun menonjolkan dua produk itu dalam Seni Luyung (Lurik dan Payung), yang ditampilkannya.

Di sela-sela event itu, Jarwo Susilo, peserta dari Kabupaten Wonogiri, dengan kostum warna coklat keemasan ala seorang raja mengatakan, keterlibatannya dalam parade sebagai bentuk kepedulian terhadap seni budaya Jateng. Perasaan senang pun tergambar dari senyum lebar di wajahnya, saat ditemui di antara arak-arakan kemarin.

Demikian halnya dengan pengunjung parade asal Jepara, Aryadi (40), yang datang bersama istri dan anaknya, mengaku sebagai warga dia merasa harus memberikan dukungan. Dia berharap, secara riil pemerintah Jateng harus bekerjasama dengan pihak-pihak terkait di setiap kabupaten, memberikan pembinaan langsung kepada komunitas dan masyarakat seni budaya.

Senada, pegawai swasta asal Semarang Timur, Anita (25) yang mampir dari tempat kerjanya, menuturkan, harusnya Jateng bisa lebih sering mengadakan event semacam itu. Pasalnya, adanya event itu akan memacu perkembangan seni budaya, terutama seni tradisional. ”Menurut saya, seharusnya seluruh Jalan Pahlawan ini bisa dimanfaatkan lebih maksimal. Ini hanya ngeblog saja di depan gedung gubernuran sehingga masyarakat agak kesulitan menikmatinya,” ujarnya.

Gubernur Bibit Waluyo, dalam sambutannya sebelum acara resmi dibuka, mengatakan melalui Parade Seni Budaya, kepribadian Jateng akan semakin kokoh. Selain itu, parade tersebut juga bermanfaat sebagai sarana pendidikan dan hiburan, terlebih, akan menjadi daya tarik wisatawan. (K33-44)

Senin, 25 Oktober 2010

BARONGAN BLORA

Nilai Budaya

Kesenian Barong atau lebih dikenal dengan kesenian Barongan merupakan kesenian khas Jawa Tengah. Akan tetapi dari beberapa daerah yang ada di Jawa Tengah Kabupaten Blora lah yang secara kuantitas, keberadaannya lebih banyak bila dibandingkan dengan Kabupaten lainnya.

Seni Barong merupakan salah satu kesenian rakyat yang amat populer dikalangan masyarakat Blora, terutama masyarakat pedesaan. Didalam seni Barong tercermin sifat-sifat kerakyatan masyarakat Blora, seperti sifat : spontanitas, kekeluargaan, kesederhanaan, kasar, keras, kompak, dan keberanian yang dilandasi kebenaran.

Barongan dalam kesenian barongan adalah suatu pelengkapan yang dibuat menyerupai Singo Barong atau Singa besar sebagai penguasa hutan angker dan sangat buas.

Adapun tokoh Singobarong dalam cerita barongan disebut juga GEMBONG AMIJOYO yang berarti harimau besar yang berkuasa.

Kesenian Barongan berbentuk tarian kelompok, yang menirukan keperkasaan gerak seekor Singa Raksasa. Peranan Singo Barong secara totalitas didalam penyajian merupakan tokoh yang sangat dominan, disamping ada beberapa tokoh yang tidak dapat dipisahkan yaitu :

1. Bujangganong / Pujonggo Anom

2. Joko Lodro / Gendruwo

3. Pasukan berkuda / reog

4. Noyontoko

5. Untub



Selain tokoh tersebut diatas pementasan kesenian barongan juga dilengkapi beberapa perlengkapan yang berfungsi sebagai instrumen musik antara lain : Kendang,Gedhuk, Bonang, Saron, Demung dan Kempul. Seiring dengan perkembangan jaman ada beberapa penambahan instrumen modern yaitu berupa Drum, Terompet, Kendang besar dan Keyboards. Adakalanya dalam beberapa pementasan sering dipadukan dengan kesenian campur sari.

Kesenian barongan bersumber dari hikayat Panji, yaitu suatu cerita yang diawali dari iring-iringan prajurit berkuda mengawal Raden Panji Asmarabangun / Pujonggo Anom dan Singo Barong.

Adapun secara singkat dapat diceritakan sebagai berikut :

“ Prabu Klana Sawandana dari Kabupaten Bantarangin jatuh cinta kepada Dewi Sekartaji putri dari Raja Kediri, maka diperintahlah Patih Bujangganong / Pujonggo Anom untuk meminangnya. Keberangkatannya disertai 144 prajurit berkuda yang dipimpin oleh empat orang perwira diantaranya : Kuda Larean, Kuda Panagar, Kuda Panyisih dan Kuda sangsangan. Sampai di hutan Wengkar rombongan Prajurit Bantarangin dihadang oleh Singo Barong sebagai penjelmaan dari Adipati Gembong Amijoyo yang ditugasi menjaga keamanan di perbatasan. Terjadilah perselisihan yang memuncak menjadi peperangan yang sengit. Semua Prajurit dari Bantarangin dapat ditaklukkan oleh Singo Barong, akan tetapi keempat perwiranya dapat lolos dan melapor kepada Sang Adipati Klana Sawandana. Pada saat itu juga ada dua orang Puno Kawan Raden Panji Asmara Bangun dari Jenggala bernama Lurah Noyontoko dan Untub juga mempunyai tujuan yang sama yaitu diutus R. Panji untuk melamar Dewi Sekar Taji. Namun setelah sampai dihutan Wengker, Noyontoko dan Untub mendapatkan rintangan dari Singo Barong yang melarang keduanya utuk melanjutkan perjalanan, namun keduanya saling ngotot sehingga terjadilah peperangan. Namun Noyontoko dan Untub merasa kewalahan sehingga mendatangkan saudara sepeguruannya yaitu Joko Lodro dari Kedung Srengenge. Akhirnya Singo Barong dapat ditaklukkan dan dibunuh. Akan tetapi Singo Barong memiliki kesaktian. Meskipun sudah mati asal disumbari ia dapat hidup kembali. Peristiwa ini kemudian dilaporkan ke R. Panji, kemudian berangkatlah R. Panji dengan rasa marah ingin menghadapi Singo Barong. Pada saat yang hampir bersamaan Adipati Klana Sawendono juga menerima laporan dari Bujangganong ( Pujang Anom ) yang dikalahkan oleh Singo Barong. Dengan rasa amarah Adipati Klana Sawendada mencabut pusaka andalannya, yaitu berupa Pecut Samandiman dan berangkat menuju hutan Wengker untuk membunuh Singo Barong. Setelah sampai di Hutan Wengker dan ketemu dengan Singo Barong, maka tak terhindarkan pertempuran yang sengit antara Adipati Klana Sawendana melawan Singo Barong. Dengan senjata andalannya Adipati Klana Sawendana dapat menaklukkan Singo Barong dengan senjata andalannya yang berupa Pecut Samandiman. Singo Barong kena Pecut Samandiman menjadi lumpuh tak berdaya.

Akan tetapi berkat kesaktian Adipati Klana Sawendana kekuatan Singo Barong dapat dipulihkan kembali, dengan syarat Singo Barong mau mengantarkan ke Kediri untuk melamar Dewi Sekartaji. Setelah sampai di alun-alun Kediri pasukan tersebut bertemu dengan rombongan Raden Panji yang juga bermaksud untuk meminang Dewi Sekartaji. Perselisihanpun tak terhindarkan, akhirnya terjadilah perang tanding antara Raden Panji dengan Adipati Klana Sawendano, yang akhirnya dimenangkan oleh Raden Panji. Adipati Klana Sawendana berhasil dibunuh sedangkan Singo Barong yang bermaksud membela Adipati Klana Sawendana dikutuk oleh Raden Panji dan tidak dapat berubah wujud lagi menjadi manusia ( Gembong Amijoyo ) lagi. Akhrnya Singo Barong Takhluk dan mengabdikan diri kepada Raden Panji, termasuk prajurit berkuda dan Bujangganong dari Kerajaan Bantarangin.

Kemudian rombongan yang dipimpin Raden Panji melanjutkan perjalanan guna melamar Dewi Sekartaji. Suasana arak-arakan yang dipimpin oleh Singo Barong dan Bujangganong inilah yang menjadi latar belakang keberadaan kesenian Barongan.”
This entry was posted on 04.43 and is filed under . You can leave a response and follow any responses to this entry through the Langgan: Poskan Komentar (Atom) .